Pernah satu hari saya mendapat mesej dari seorang sahabat. Ringkas tapi sangat mendalam meksudnya. “Tiada maknanya kemasyhuran seorang manusia jika penghuni langit tidak mengenalinya”. Tadi semasa berjalan-jalan di alam maya, tiba-tiba terserempak dengan kisah insan ini yang dijelaskan Rasulullah s.a.w sebagai penghuni langit.
Uwais al-Qarni : Terkenal Di Langit Tak Terkenal Di Bumi.
Uwais Al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tiada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur dan mulia. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, kerana selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Ramai di antara jiran tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengar ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya mereka ke Yaman, mereka memperbaharui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais setiap kali melihat jiran tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah “bertamu dan bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum berkesempatan. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengannya. Tetapi apakan daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah ibunya yang jika ia pergi, tiada orang yang akan menjaganya.
Di khabarkan, ketika terjadi perang Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Khabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada Rasulullah SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu dengan Rasulullah tidak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, bilakah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah baginda dari dekat ? Tetapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat memerlukan penjagaannya dan tidak boleh ditinggal bersendirian. Hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa.
Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Si-ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memahami perasaan Uwais, lalu berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”. Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tidak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada jiran tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah berpeluk cium dengan ibunya, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang jaraknya lebih kurang empat ratus kilometer dari Yaman. Laluan perjalanan yang begitu mencabar ditempuhinya, tidak peduli kepada perompak dan penyamun, bukit yang curam, padang pasir yang begitu panas, seluas dan sejauh mata memandang dan dapat menyesatkan, dan apabila malam ia menjadi begitu sejuk. Semua itu tiada menjadi hal baginya asalkan dapat bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras rupa baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya.
Akhirnya tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Beliau segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah, sambil mengucapkan salam. Keluarlah Sayyidatina Aisyah RA sambil menjawab salam Uwais. Uwais bersegera menanyakan Nabi yang ingin ditemuinya. Namun ternyata baginda SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk bertemu Rasulullah tetapi yang dirindukannya tidak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kepulangan Nabi SAW dari medan perang. Tetapi, bilakah baginda akan pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”. Kerana ketaatan kepada ibunya, pesanan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemahuannya untuk menunggu dan bertemu dengan Nabi SAW. Ia akhirnyam, dengan terpaksa memohon keizinan kepada Sayyidatina Aisyah RA untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya mengirimkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan terharu.
Sekembalinya dari medan perang, Nabi SAW terus menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahawa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar kata-kata Rasulullah SAW tersebut, Sayyidatina Aisyah RA. dan para sahabatnya tercengang. Menurut maklumat Sayyidatina Aisyah RA, memang benar ada orang yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, kerana ibunya sudah tua dan sakit-sakit sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Rasulullah SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengannya (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah tapak tangannya.” Sesudah itu baginda memandang kepada Sayyidina Ali dan Sayyidina Umar RA. dan bersabda : “Suatu hari nanti, apabila kamu bertemu dengannya, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.
Hari demi hari, minggu berganti bulan dan tahun terus berlalu. Tidak lama kemudian Nabi SAW wafat, sehingga ke zaman khalifah Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq RA. dan zaman Khalifah Umar RA. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, penghuni langit. Beliau segera mengingatkan sayyidina Ali untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap kali jika ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Di antara kafilah-kafilah itu ada yang merasa hairan, apakah sebenarnya yang terjadi sehingga seorang khalifah begitu sebok mencari-cari orang yang bernama Uwais ini. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.
Suatu ketika, Uwais al-Qarni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, lantas khalifah Umar Sayyidina Ali mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahawa memang ada seorang yang bernama Uwais bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawapan itu, mereka berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qarni. Sesampainya di khemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar dan Sayyidina Ali memberi salam. Namun rupa-rupanya Uwais sedang melaksanakan solat. Setelah mengakhiri solatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabat, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditapak tangannya sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar ! Dia penghuni langit. Lalu mereka bertanya kepadanya, "Siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais. Mendengar jawaban itu, kedua sahabat itu pun tertawa dan mengatakan : “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?” Uwais kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qarni”. Dalam perbualan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang ketika itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali . memohon agar Uwais berkenan mendoakan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah, “Sayalah yang harus meminta doa dari kalian”. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: “Kami datang ke sini untuk mohon doa dan istighfar dari anda”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qarni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdoa dan membacakan istighfar.
Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk menyumbang wang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan lembut sambil berkata : “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi”.
Meninggalnya Uwais al-Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat menghairankan. Begitu ramai orang yang tidak dikenali datang untuk mengurus jenazah dan pengkebumiannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tidak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siapmelaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya : “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qarni ? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala kambing dan unta ? Tapi, ketika hari kematianmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah yang sedemikian ramainya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pengkebumiannya. Baru ketika itulah penduduk Yaman mengetahui siapa “Uwais al-Qarni” Memang ia tak dikenali di bumi tetapi seluruh isi langit mengenalinya.
Wallahua'lam.
No comments:
Post a Comment